ANALISIS PROKSIMAT
ANALISIS PROKSIMAT
Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis
kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat,
lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis
proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan
terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.
Analisa kadar abu bertujuan
untuk memisahkan bahan organik dan bahan anorganik suatu bahan pakan. Kandungan
abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan mineral pada bahan
tersebut.Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak
kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
Tujuan Praktik analisa proksimat
Dalam melakukan praktikum ini kami memiliki beberapa tujuan yaitu :
• Praktikum ini memiliki tujuan untuk mengeahui kandungan zat makanan dari
bahan pakan yang akan diuji .
• Praktikum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan praktikan dalam menganalisis
proksimat baik meliputi pengetahuan dasar dan aplikasinya.
SEJARAH
1. Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997).
2. McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
3. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen. Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu pada istilah protein kasar.
4. Cherney (2000) melaporkan bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai lemak Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau xanthophil. Analisa lemak kasar pada umumnya: Bahan Makanan,Air,Bahan Kering,Abu,Bahan Organik,Protein Kasar Bahan Organik Tanpa Nitrogen,Lemak Kasar,Karbohidrat,Serat Kasar Bahan Ekstrak,Tanpa Ntirogen.
MELAKUKAN ANALISIS PROKSIMAT
Kompetensi ini mencakup kemampuan melakukan pengujian / prosedur secara analisis proksimat yang diperlukan untuk menganalisisi berbagai mutu bahan/produk pangan. Analisis Proksimat meliputi :
1. Air
Air adalah pelarut
yang baik dan sering disebut Sebagai pelarut universal. Zat yang larut dalam
air, misalnya, garam, gula, asam, alkali, dan beberapa gas - terutama oksigen,
karbon dioksida (karbonasi) dikenal sebagai hidrofilik (air-mencintai) zat,
sementara mereka yang tidak bercampur dengan baik dengan air (misalnya , lemak
dan minyak), dikenal sebagai hidrofobik (takut air) zat.
Air merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, serta cita rasa makanan. Bahkan dalam bahan makan yang kering
sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian, terkandung air dalam
jumlah tertentu.
Semua bahan makanan
mengandung air dalam jumlah beberda-beda baik itu dalam makanan hewani maupun
nabati bahan pangan baik yang berupa buah sayur, maupun susu telah banyak
berjasa dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
tergantung pda sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 3
jam atau sampai di dapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang di uapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak
tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan
lain-lain pemanasan dilakukan oven vakum dengan suhu yang lebih rendah.
Kadang-kadang pengeringan dalam tanpa pemanasan , bahan dimasukan ke dalam
eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga di
dapat berat yang konstan.
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan
mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap seperti sayuran dan susu,
menggunakan cara destilasi dalam pelarut tertentu, misalnya toluene, xilol, dan
heptana yang berat jenisnya lebih rendah dari pada air.
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas
dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh
karena itu, penentuan kadar air dari suatu
bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan
maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan
kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode.
a. Metode Pengeringan / oven
(thermogravimetri)
1) Metode
Oven
Metode ini digunakan untuk semua bahan pangan kecuali produk
yang mengandung komponen senyawa “volatil” atau bahan yang mudah menguap pada
pemanasan 1000C. Prinsip
metode ini mengeringkan sampel dalam oven 100-1050C sampai bobot
konstan dan selisih bobot awal dan akhir dihitung sebagai kadar air.
2) Metode
Oven-Vakum
Metode ini digunakan untuk bahan yang mengandung
komponen yang dapat terkomposisi pada suhu 1000C, atau relatif
banyak mengandung senyawa volatil. Prinsip metode ini mengeringkan produk yang mudah
terkomposisi pada 1000C didalam suatu tempat yang dapat dikurangi
tekanan udaranya atau divakumkan. Proses berlangsung pada suhu dan tekanan
rendah.
b. Metode Destilasi (Thermovolumetri)
Metode destilasi digunakan untuk bahan
yang banyak mengandung lemak dan komponen mudah menguap disamping air. Prinsipnya menguapkan air bahan dengan
cara destilasi menggunakan pelarut “immytible”, kemudian air ditampung didalam
tabung yang diketahui volumenya. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih
lebih besar dari air tetapi mempunyai berat jenis (BJ) lebih kecil dari air.
Contoh senyawa yang dapat dijadikan pelarut yaitu : Toluen, Xylen, dan benzen.
c. Metode
Kimiawi
1) Metode
Karl Fischer
Metode ini dapat digunakan untuk
pengukuran kadar air pada bahan berupa
cairan, tepung, madu, dan beberapa produk kering. Metode ini menggunakan reagen
Karl Fischer yang terdiri dari SO2, piridin, dan iodin. Prinsip
melakukan titrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol dan piridin.
Jika masih ada air didalam bahan maka Iodin akan bereaksi, tetapi bila air
habis maka iodin
akan
bebas.
2) Metode
Kalsium Karbida
Metode ini berdasarkan atas reaksi
antara kalsium karbida dengan air menghasilkan gas asetilin. Jumlah asetilin
yang terbentuk dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain :
a) Selisih
bobot campuran bahan sebelum dan sesudah reaksi.
b) Menampung
dan mengukur volume gas asetili dalam tabung tertutup.
c) Mengukur
tekanan gas asetilin jika reaksi dilakukan pada ruang tertutup.
3). Metode
Asetil Klorida
Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang berupa minyak, mentega,
margarin, rempah-rempah, dan beberapa bahan berkadar air rendah. Metode ini
berdasarkan atas reaksi antara asetil klorida dengan air menghasilkan asam yang
akan dititrasi dengan basa.
2. Abu
Pengertian :
1. Abu
adalah sisa yang tinggal setelah suatu barang mengalami pembakaran lengkap.
2. Pengertian
Abu Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu.
Jenis-jenis abu terdiri dari:
- Abu (analisis kimia), campuran yang tersisa setelah sampel percobaan dibakar
- Abu ringan dan abu padat sisa pembakaran batu bara atau insinerasi
- Abu vulkanik, yaitu material yang dikeluarkan oleh gunung berapi
- Abu kayu, hasil dari pembakaran kayu
- Abu gosok, limbah pembakaran atau abu dari tumbuhan
Abu adalah salah satu komponen dalam
analisis proksimat
dari material biologis,
yaitu bagian yang menjadi penjumlah utama dalam persentase hasil analisis.
Misalnya, abu dalam madu
adalah sebesar 0,17%. Dalam hal ini, abu yang dihasilkan termasuk semua mineral
yang terkandung dalam madu. Abu
umumnya terdiri dari garam-garaman,
material anorganik
(misal garam-garaman yang mengandung ion Na+, K+, dsb).
Terkadang juga mengandung mineral unik tertentu, misalnya klorofil
dan hemoglobin.
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik
dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsure
mineral juga dikenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan organic terbakar tetapi zat organiknya tidak, karena
itulah disebut abu. Abu adalah unsur-unsur mineral zat organic, merupakan sisa
yang tertinggal setelah sample dibakar sampai bebas karbon dan air. Dalam
pengabuan, unsure-unsur ini membentu oksida-oksida atau beganbung dengan
radikal-radikal negative seperti fosfat, sulfat, nitrat, atau klorida.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96%
bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam
proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena
itulah disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai
tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan,
mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi
suatu bahan makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak
lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya
lembaga dan endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik
karena masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis
kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Kadar abu sebagai
parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam yang
cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada makanan
tersebut. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan
cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
a. Penentuan kadar abu secara
langsung
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu
semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan porselen
dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30
menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah
itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat
sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada
suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi
hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis.
Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak
menyebabkan cawan menjadi pecah.
b. Penentuan kadar abu secara
tidak langsung
Prinsip pengabuan
cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol
atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi.
Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan
terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi. Pemanasan
pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen
semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan semakin cepat.
Mekanisme
pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu
selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator.
Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan
sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram.
Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml dan dimasukan dalam
tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang terbentuk dibiarkan dalam
muffle selama 1 hari. Cawan porselen dioven terlebih dahulu untuk mengeringkan
air yang mungkin terserap saat disimpan dalam muffle lalu dimasukan ke
desikator. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi berat c
gram. Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang volatil, seperti Na,
S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu,
seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan
dengan metode ini bertujuan mendapatkan berat konstan
3. Protein
Istilah protein berasal dari bahasa yunani proteos , yang berarti yang
utama atau yang didahulukan. Kata ini di perkenal kan oleh ahli kimia belanda,
gerardus mulder (1802-1880).
Jenis protein
a)
Berdasarkan Komponen.
o
Protein
Bersahaja (Merupakan campuran yang terdiri atas asam amino).
o
Protein
Kompleks (Selain terdiri atas asam amino juga terdapat komponen lain
sepertiunsur logam, gugus posfat, dll).
o
Protein
Derivat (Merupakan ikatan antara intermediet produk sebagai hasil
hidrolisaparsial dari protein native).
b)
Berdasarkan Sumber
o
Protein
Hewani (Berasal dari binatang, contoh : daging, susu, dll).
o Protein Nabati (Berasal dari tumbuhan, contoh :
jagung, kedelai, dll).
c)
Berdasarkan Fungsi Fisiologinya
o
Protein
sempurna (Bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan danpemeliharaan
jaringan; Protein yang mengandung asam-asam amino esensiallengkap,baik macam
maupun jumlahnya. Contohnya kasein pada susu dan albuminpada putih telur. Pada
umumnya protein hewani adalah protein sempurna).
o
Protein
setengah sempurna (Bila protein ini sanggup mendukung
pemeliharaan jaringan, tetapi tidak sanggup mendukung pertumbuhan badan;
Protein yangmengandung asam amino esensial lengkap, tetapi beberapa diantaranya
jumlahnyasedikit. Protein ini tidak dapat mencukupi untuk kebutuhan
pertumbuhan, tetapihanya dapat mempertahankan kehidupan jaringanyang sudah ada.
Contohnya proteinlegumin pada kacang-kacangan dan gliadin pada gandum).
Macam-Macam Analisa protein
1.
Metode Kjeldahl
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang
ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar
(crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein.
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan
komponen organic dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan
katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan
melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya
ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini
telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro,
sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu
analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl
digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara
tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya.
Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh
nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka
konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25
berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16%
nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula
bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium
oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan
bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara,
yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang
sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang
untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk
ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin,
asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai
nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap
cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat
dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap
titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat
pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon,
hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi
(NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering
ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih
asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain
katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium.
Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan
titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi
rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi
ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun
pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat
ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar
supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi
Apabila
penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi
dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama
30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka
banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan
titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar
proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi
protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu
bahan.
2.
Metode Lowry
beberapa metode yang biasa digunakan dalam
rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu metode Biuret, Lowry, dan lain
sebagainya. Masing-masing metode mempunyai kekurangan dan
kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran
bergantung pada beberapa faktor seperti misalnya, banyaknya material atau
sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran, alat
spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV).
Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen
folin dan ciocalteu telah digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh
Lowry (1951) yang kemudian dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang
paling sederhana reagen folin ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam
protein) karena kandungan fenolik dalam residu tersebut mampu mereduksi
fosfotungsat dan fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama reagen folin
ciocalteu, menjadi tungsten dan molibdenum yang berwarna biru. Hasil
reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi yang lebar pada daerah merah. Sensitifitas
dari metode folin ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup signifikan
apabila digabung dengan ion-ion Cu.
Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang
terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri
dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%.
Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B,
digojong dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A
digojong dan dibiarkan 20 menit. Selanjutnya diamati OD-nya.
Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya,
kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam
suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan
mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang
memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan
pereaksi lain (Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan
tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca
di antara 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan
muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang
dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.
Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah
penyerapan zat suatu senyawa. Penyerapan cahaya pada senyawa larutan
tersebut, dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman
dalam penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara kuantitatif.
Dalam pratikum ini penggunaan KMnO4 bertujuan
untuk memudahkan dalam pengenalan dan latihan awal spektrofotometri.
Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan
tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali)
daripada metode Biuret
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar
protein dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau
karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium,
sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan
kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan
interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk
mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan
EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel
dengan pengendapan protein.
4. Lemak
Lemak (fat) adalah
ester gliseril yang banyak mengandung komponen asam jenuh, pada suhu kamar
lemak berbentuk padat dan lemak yang berbentuk cair pada suhu disebut minyak
dengan komponen utamanya adalah asam lemak tak jenuh. Lemak dan minyak dalam keadaan murni
tidak berwarna,. Berbau, berasa. Warna, bau, rasa yang khas pada minyak umumnya
disebabkan oleh senyawa organic lain yang terdapat dalam bahan murni. Warna
kuning pada metega disebabkan oleh adanya β-karoten(pigmen kuning yang juga
terdapat pada wortel dan bunga purbanegara dan marigold). Rasa mentega berasal
senyawa 3-hidroksi, 2-butanon, dan diasetil, kedua senyawa ini dihasilkan
selama krim mengalami pematangan. Gliserida
dalam larutan alkali mengalami hidrolisis dan menghasilkan gliserol dan garam
logam alkali dari asam lemaknya. Garam ini disebut sabun, proses hidrolisisnya
disebut penyabunan (saponifikasi). Reaksi penyabunan dapat digunakan untuk
memberikan informasi tentang struktur gliserida. Hal ini biasa dilakukan
dilaboratorium untuk mengetahui untuk mengetahui bilangan penyabunan
saponification value), yakni mg KOH yang dibutuhkan dalam penyabunan 1 gram
gliserida. Ketidak
jenuhan lemak atau minyak dapat dijenuhkan dengan penambahan hydrogen dengan
bantuan katalis (hidrogenasi). Jadi minyak atau lemak yang bertitik leleh
rendah dapat diubah menjadi lemak bertitik cair tinggi. Lemak ini bila dicampur
dengan susu skim (susu tanpa krim), diperkaya dengan vitamin A dan diberi warna
buatan, dikenal dengan mentega. Apabila lemak dan minyak yang dimakan kena
panas, udara, dan cahaya akan mengalami hidrolisis dan pemecahan. Asam lemak
yang berbobot molekul rendah yang dihasilkan menyebabkan bau yang merangsang,
keadaan ini dikenal sebagai ketengikan. Ketengikan oksidatif ini dapat dihambat
oleh anti-oksigen, misalnya 3-1-butil -4-hidroksianisol (BHA).
Lemak
adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsurunsurCarbon (C),
Hidrogen (H), Oksigen(O) yang mempunyai sifat dapatlarut dalam zat-zat pelarut
tertentu (zat pelarut lemak).
Macam-Macam Analisa Lemak
1. Metode Soxhlet
Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui
kandungan lemak dari masing-masing sampel. Analisis kadar lemak dengan metode
soxhlet menggunakan alat ekstraksi yang terdiri atas kondensor dan pemanas
listrik untuk mengekstrak kandungan lemak yang terdapat dalam bahan. Untuk
sampel dilakukan metode hidrolisis karena mengandung kadar air yang besar.
Hidrolisis ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang terikat dalam
matriks-matriks sampel. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 1-2 g,
dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong
kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya.
Sebelum disuling, selongsong tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu tidak
lebih dari 80°C selama kurang lebih 1 jam. Setelah dioven, sampel tersebut
dimasukkan ke dalam alat penyulingan soxhlet yang telah dirangkai dengan labu
lemak berisi labu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.
Sampel tersebut diekstrak dengan pelarut heksan selama kurang lebih 6 jam.
Setelah selesai di suling selama 6 jam, heksan disulingkan dan ekstrak lemak
dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105°C. Selesai di oven, ekstrak
tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan ini
diulangi terus hingga tercapai bobot yang relatif tetap. Pengukuran kadar lemak
dilakukan dengan tiga ulangan.
Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan berikut
Kadar lemak (% bb) = (W1-W2)/W0 x 100 Kadar lemak (% bk) = (kadar lemak
(bb))/((100-kadar air (bb))) x 100 dimana: W0 = Bobot contoh
dalam gram (g) W1 = Bobot labu + lemak hasil ekstraksi (g) W2 =
Bobot labu lemak kosong (g) Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan
pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang
ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi
sampel. Kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui
berat yang hilang dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini
menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebablan penyaluran (Nielsen,
1998).
2. Metode Babcock
Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat
menggunakan botol Babcock. Penentuan lemak dengan Babcock sangatlah sederhana.
Sampel yang telah ditimbang dengan teliti dimasukan kedalam botol Babcock. Pada
lehernya telah dilengkapi dengan skala ukuran volume. Sampel yang dianalisa
ditambah asam sulfat pekat untuk merusak emulsi lemak sehingga lemak akan
terkumpul menjadi satu pada bagian atas cairan. Pemisahan lemak dari cairannya
dapat lebih sempurna bila dilakukan sentrifugasi. Rusaknya emulsi lemak
dikarenakan asam sulfat dapat merusak lapisan film yang menyelimuti globula
lemak yang biasanya terdiri dari senyawa protein. Dengan rusaknya protein
(denaturasi ataupun koagulasi) maka nenubgkinkan globula lemak yang satu akan
bergabung dengan golula lemak yang lain dan akhirnya menjadi kumpulan lemak
yang lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi
lemak akan semakin jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca
banyaknya lemak kedalam botol ditambahkan akuades panas sampai lemak atau
minyak tepat pada tanda skala bagian atas (Sudarmadji, 1996).
3. Metode Goldfish
Metode Goldfish adalah ekstraksi dengan alat Goldfish
sangat praktis. Bahan sampel yang telah dihaluskan dimasukan kedalam thimbel
dan dipasang dalam tabung penyangga yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan
pelarut yang digunakan ditempatkan dalam bekerglas di bawah tabung penyangga.
Bila bekerglas dipanaskanuap pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor
sehingga akan mengembun dan menetes pada sampel demikian terus menerus sehingga
bahan akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan
tertampung ke dalam bekerglas kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut
penyangganya diambil dan diganti dengan bekerglas yang ukurannya sama dengan
tabung penyangga. Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan diuapkan
lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam bekerglas yang terpasang di bawah
kondensor, dengan demikian pelarut yang tertampung dapat dimanfaatkan untuk
ekstraksi yang lain (Sudarmadji, 1996).
5. Karbohidrat
Karbohidrat adalah
senyawa organik terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. contoh;
glukosa C6H12O6, sukrosa C12H22O11,
sellulosa (C6H10O5)n. Rumus umum
karbohidrat Cn(H2O)m. Karena komposisi yang demikian, senyawa
ini pernah disangka sebagai hidrat karbon, tetapi sejak 1880, senyawa tersebut
bukan hidrat dari karbon. Nama lain dari karbohidrat adalah sakarida, berasal
dari bahasa Arab "sakkar" artinya gula. Karbohidrat sederhana
mempunyai rasa manis sehingga dikaitkan dengan gula. Melihat struktur
molekulnya, karbohidrat lebih tepat didefinisikan sebagai suatu polihidroksialdehid
atau polihidroksiketon. Contoh glukosa; adalah suatu polihidroksi
aldehid karena mempunyai satu gugus aldehid da 5 gugus hidroksil (OH).
Karbohidrat terbagi menjadi 3 kelompok;
1.
monosakarida, terdiri atas 3-6
atom C dan zat ini tidak dapat lagi dihidrolisis oleh larutan asam dalam air
menjadi karbohidrat yg lebih sederhana.
2.
disakarida, senyawanya terbentuk
dari 2 molekul monosakarida yg sejenis atau tidak. Disakarida dpt dihidrolisis
oleh larutan asam dalam air sehingga terurai menjadi 2 molekul monosakarida.
3.
polisakarida, senyawa yg terdiri
dari gabungan molekul2 monosakarida yg banyak jumlahnya, senyawa ini bisa
dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida.
METEDEOLOGI PENELITIAN
1.
Analisis kadar Air dengan metode oven
Prinsip
:
Kehilangan
bobot pada pemanasan 105°C dianggap sebagai kadar Air yang terdapat pada
sampel.
Tujuan :
Untuk
mengetahui kadar air yang terkandung dalam sampel .
Alat
& Bahan
Neraca
analitik, Botol timbang, Spatula,Oven,Desikator, Sampel sosis daging
Cara
Kerja :
1. Panaskan
botol timbang dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam
2. Dinginkan
dalam desikator selama ½ jam
3. Timbang
dan catat bobotnya
4. Ulangi
sampai diperoleh bobot konstan
5. Timbang
sampel sosis daging sebanyak 1 – 2 gram pada botol timbang yang telah didapat
bobot konstannya
6. Panaskan
dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam
7. Dinginkan
dalam desikator selama ½ jam
8. Timbang
botol timbang yang berisi contoh tersebut
9. Ulangi
pemanasan dan penimbangan hingga diperoleh bobot konstan
Perhitungan:
2. Penentuan
kadar Abu
Prinsip
:
Pada
proses pengabuan zat-zat organic diuraikan menjadi air dan CO2
tetapi bahan anorganic tidak dapat di uraikan.
Tujuan :
Untuk
mengetahui kadar abu yang terkandung dalam sampel .
Alat
& Bahan
Neraca
Analitik , awan porselen, Spatula, Kawat kasa, Kaki tiga, Lampu spiritus,Muffle/tanur,Eksikator, Sampel sosis daging
Cara Kerja :
1. Timbang dengan teliti 2 -3 gram sampel kedalam sebuah
cawan porselen atau (platina) yang telah diketahui bobotnya. (Untuk sampel
cairan, uapkan terlebih dahulu diatas penangas air sampai kering).
2. Arangkan
diatas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrikpada suhu maksimum 550°C
sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka sedikit,agar oksigen
bisa masuk)
3. Dinginkan
dalam eksikator,lalu timbang sampai bobot tetap
Perhitungan
:
3. Penentuan N total dengan metode semimikro
kjeldahl
Prinsip
:
Senyawa
Nitrogen diubah menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat
Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang Dibebaskan
diikat dengan asam borat kemudian dititer dengan larutan baku Asam.
Tujuan :
Untuk
mengetahui kadar protein yang terkandung dalam sampel .
Alat
& Bahan
Neraca
Analitik,Spatula,Labu Kjeldahl,Digestor,Labu ukur 100 mL,Corong saring,Pipet
tetes, Pipet volum 5 mL, Erlenmeyer,Alat Destilasi,Buret,Pipet ukur 25 mL,
pipet ukur 10 mL. Selenium
campuran,asam sulfat pekat, Brom kresol hijau,Metil merah,Indikator
fenolftalein,NaOH 30 %,Asam Borat 2 %,HCl 0,01 N,Aquadest.
cara
Kerja :
1. Timbang dengan seksama 0,51 gram sampel, masukkan
kedalam labu kjeldahl 100 mL
2. Tambahkan
2 gram campuran selenium dan 25 mL H2SO4 pekat
3. Di
dekstruksi hingga larutan menjadi jernih kehijauan ( ± 2 jam )
4. Biarkan
dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur 100 mL. tera sampai
batas
5. Pipet
5 mL larutan dan masukkan kedalam alat penyulingan, tambahkan 5 mL NaOH 30 %
dan beberapa tetes indicator fenolftalein.
6. Suling
selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 mL asam borat 2 %
yang telah dicampur indicator campuran(BCG+MM(1:1)).
7. Bilas
ujung pendingin dengan aquadest
8. Titer
dengan HCl 0,1 N
9.
Kerjakan penetapan Blank
Reaksi :
Tahap destruksi
N sample + H2SO4 katalis CO2 + SO2 + (NH4)2SO4
+
H2O
Tahap destilasi
(NH4)2SO4
+ 2NaOH Na2SO4
+ 2NH3 + 2H2O
6NH3 + 2H3BO3
2(NH4)3BO3
Tahap titrasi :
(NH4)3BO3
+ HCL NH4Cl + H3BO3
Perhitungan :
4.
Analisis Lemak dengan Metode Ekstraksi
Langsung
Prinsip
:
Ekstraksi
lemak bebas dengan pelarut non polar
Tujuan :
Untuk
mengetahui kadar lemak yang terkandung dalam sampel .
Alat & Bahan
Kertas
saring,Labu lemak, Alat soxlet, Pemanas listrik,Oven, Neraca analitk,Kapas bebas
lemak,Kaca arloji, Krustang dan n-Heksana (C6H14)
Cara
Kerja :
1. Timbang
dengan seksama 1-2 gram sampel masukkan kedalam selongsong kertas yang dilapisi
kapas
2. Sumbat
selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas
3. Keringkan
pada oven pada suhu 80°C selama kurang lebih 1 jam, kemudian masukkan kedalam
alat soxlet yang dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan
diketahui bobotnya.(timbang labu sebelum dipakai)
4. Ekstrak
dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam
5. Suling
heksana (1 ½ kali dari isi tabung soxlet) dan keringkan ekstrak lemak dalam
oven pengering pada suhu 105 °C
6. Dinginkan
dalam desikator dan timbang
7.
Ulangi hingga tercapai berat konstan.
Perhitungan
:
5. Karbohidrat
Prinsip :
Hidrolisis
Karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat mereduksi Cu2+ menjadi
Cu+ Kelebihan Cu2+ dapat dititer secara iodometri.
Tujuan :
Untuk
mengetahui kadar karbohidrat yang terkandung dalam sampel .
Alat &Bahan :
Neraca
analitik,Erlenmeyer 500 mL, 250 mL,Pendingin tegak,Labu ukur,Corong,Buret,Hot
plate,Pipet gondok 10 mL, 25 mL,Gelas ukur ,Pipet tetes,Kertas saring, HCl 3 %,NaOH 3,25 %,CH3COOH
3 %,KIO3,Kertas lakmus,Larutan KI 20%,Larutan H2SO4
25%,Larutan H2SO4 4N,Larutan tiosulfat 0,1 N,Indicator
kanji / amilum 0,5 %,Table Luff Schrool.
Cara kerja :
Penentuan Karbohidrat
a.
Timbang teliti lebih kurang 5 gr sampel
kedalam Erlenmeyer 500ml
b. Tambahkan
200 ml larutan HCl 3% didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak.
c.
Dinginkan dan netralkan dengan larutan
NaOH 25% (dengan kertas lakmus atau fenolftalein) dan tambahkan sedikit CH3COOH
3% agar suasana sedikit asam.
d. Pindahkan
isinya kedalam labu ukur 500 mL dan impitkan hingga tanda batas , kemudian
saring.
e.
Pipet 10 mL saringan kedalam Erlenmeyer
500 mL, tambahkan 25 mL larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu
didih serta 15 mL air suling.
f.
Panaskan campuran tersebut dengan nyala
yang tetap. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan
stop watch). Didihkan terus selama 10 menit dihitung dari saat mulai mendidih
dan gunakan stop watch) kemudian dinginkan dalam bak yang berisi es.
g. Setelah
dingin tambahkan 15 mL larutan KI 20%, dan 25 mL H2SO4
25% perlahan-lahan.
h. Titer
secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan larutan indicator amilum0,5%)
i.
Kerjakan juga Blanko.
Reaksi :
(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6
C6H12O6 +
2CuO Cu2O + C5H11O5
–COOH
Sisa CuO + 2KI +H2SO4
CuI2 + K2SO4
+ H2O
CuI2 Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Perhitungan
:
Bagus nih sangat membantu dan bermanfaat tulisannya. Tapi sayang gak ada daftar pustakanya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus